Sabtu, 26 Oktober 2013

Testimoni Proses UTS Psikologi Belajar

Alhamdulillah akhirnya selesai juga melewati dan mengerjakan proses UTS mata kuliah Psikologi Belajar yang berakhir hari ini. Menurut saya proses UTS kali ini sangat bermanfaat sekali bagi saya, baik dari segi akademik maupun proses pendewasaan saya sebagai mahasiswa, karena dalam proses UTS kali ini saya tidak hanya berusaha untuk menjawab pertanyaan sebaik mungkin dengan teori yang telah dipelajari namun juga untuk jauh lebih dewasa dalam bertindak, yaitu lebih bertanggung jawab atas kesempatan yang telah diberikan, untuk dapat menerima setiap konsekuensi akibat tindakan saya sendiri. Banyak tantangan yang saya hadapi dalam melaksanakan UTS kali ini, selain harus memikirkan dengan sungguh setiap jawaban pertanyaan, saya juga harus sabar menunggu soal-soal berikutnya, dan saya sadari itu akibat perbuatan saya sendiri yang tidak sesegera mungkin untuk menjawab soal, tenggang waktu 3 hari yang diberikaan sudah sangat membantu dalam menyelesaikan soal-soal UTS namun memang seharusnya saya memanfaatkan waktu sebaik mungkin.
Jika dikatkan dengan teori belajar yang salah satunya teori pengkondisian klasik Pavlov yaitu mengenai stimulus respon, di mana  stimulus yang berupa soal UTS yang diberikan dosen pangampu kepada mahasiswa akan menghasilkan respon yaitu mengirimkan jawabannya, selain itu juga pesan-pesan yang dikirim dosen pengampu ke email masing-masing mahasiswa menjadi stimulus yang juga menghasilkan berbagai respon mahasiswa, ada yang mungkin panik, ada yang cemas dan lain sebagainya. Selain itu juga ada terdapat teori Gestalt di mana adanya pengalaman persepsi, saya  disini mengungkapkan pendapat saya mengenai testimoni pelaksanaan UTS Psikologi Belajar  merupakan persepsi saya secara keseluruhan mengenai apa  yang saya alami dan rasakan selama mengikuti proses UTS ini, selain itu juga bisa ditinjau dari teori peran pengratahuan dan kemauan sadar dari Vygotsky, saya mengikuti dan melewati proses UTS ini secara penuh kesadaran dan memang kemauan saya, walaupun saya sadar akan banyak kesalahan dan keterlambatan saya saya tetap berusaha agar bisa terselesaikan karena memang saya mau melakukannya engan penuh kesadaran. Demikian Testimoni saya, terima kasih untuk Ibu Filia Dina Anggaraeni M, P.d sebagai dosen pengampu atas pengalaman yang berharga ini bu.



Sumber Teori:


Gtedler, Margaret. E., @011., Learning and Instruction, teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana

Selasa, 22 Oktober 2013

BAB 11 Kognitif dan Motivasi Akademik



   Asumsi Dasar

·         Motivasi seseorang berkembang melalui interaksi kompleks dari faktor lingkungan dengan faktor di dalam diri anak.
·         Pemelajar adalah pemproses informasi yang aktif.
·         Motif, kebutuhan, atau tujuan pemelajar merupakan informasi eksplisit.

Komponen Proses Motivasional

1)      Model Ekspektasi Nilai
Model ekspektasi nilai ini adalah perluasan dari model Atkinson (1958), yang mendefinisikan ekspektasi dan nilai sebagai konstrak motivasional. Berbeda dengan model Atkinson, versi ini memandang ekspektasi dan nilai sebagai kognitif ketimbang motivasional. Dimana ekspektasi dan nilai tersebut berpengaruh langsung terhadap perilaku yang terkait prestasi. Premis dasar dari model ini adalah ekspektasi kesuksesan siswa dan nilai yang mereka berikan pada kesuksesan merupakan determinan penting dari motivasi untuk melakukan perilaku yang terkait prestasi. Dengan kata lain, dua keyakinan motivasional adalah nilai tugas (pencapaian, instrinsik, niali, kemanfaatan, dan biaya), dan nilai ekspektasi (sejauh mana siswa percaya bahwa dia akan mampu melakukan sesuatu dengan baik).

2)      Model Berorientasi Tujuan
Model berorientasi tujuan membahas alasan siswa untuk melakukan tugas akademik. Misalnya tujuan siswa di mata kuliah bahasa Indonesia adalah mendapatkan nilai 100. Model orientasi tujuan mendefinisikan secara kontras dikotomis yaitu orientasi tujuan belajar dan orientasi tujuan kinerja. Siswa dengan orientasi belajar akan berusaha untuk menguasai tugas baru, membuat kemajuan dalam keterampilan belajar yang baru, atau merasa senang saat mereka terlibat dalam tugas yang mereka rasa menantang. Sebaliknya, bagi siswa dengan orientasi kinerja atau yang melibatkan ego akan fokus pada upaya menunjukkan keunggulan kinerja dengan melampaui kinerja orang lain atau melakukan tugas dengan baik tanpa memerlukan banyak usaha.


3)      Teori Atribusi
Teori atribusi membahas pemikiran, emosi dan ekspektasi seseorang setelah muncul hasil yang terkait dengan pencapaian yang didapatkan. Teori ini mendeksprisikan bebera[a hal berikut, yaitu: proses yang terlibat dalam menentukan sebab-sebab kesuksesan dan kegagalan/atribusi, serta emosi dan ekspektasi yang mempengaruhi perilaku selanjutnya.







Demikian yang dapat saya paparkan, semoga bermanfaat, terima kasih








Sumber :
Gtedler, Margaret. E., 2011., Learning and instruction, teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana

Selasa, 01 Oktober 2013

BAB 10 KOGNITIF SOSIAL BANDURA


PRINSIP BELAJAR

            Teori kognitif-sosial Albert Bandura berusaha menjelaskan belajar dalam latar naturalistik. Berbeda dengan latar laboratorium, lingkungan sosial memberi banyak kesempatan bagi individu untuk mendapatkan keterampilan dan kemampuan yang kompleks melalui observasi perilaku model dan konsekuensi behavioral.

Asumsi Teori Belajar Kognitif-Sosial

  1. Pemelajar dapat (a) mengabstraksi informasi dari pengamatan terhadap orang lain, dan (b) membuat keputusan tentang perilaku yang akan dijalankan.
  2. Tiga cara relasi yang saling terkait antara perilaku (B), lingkungan  (E) dan kejadian personal internal (P) akan menjelaskan belajar.
  3.  Belajar adalah akuisisi representasi simbolis dalam bentuk kode verbal atau visual.

Komponen Belajar
Dalam latar naturalistik, individu mempelajari perilaku baru melalui observasi atau model serta akibat dari tindakannya.

  1. Model Kelakuan

  • Model nyata antara lain adalah anggota keluarga, kawan, rekan ketja, dan orang lain yang berhubungan langsung dengan individu.
  • Model simbolik sebaliknya adalah gambaran representasi perilaku, seperti televisi dna film yang menggambarkan lingkungan dan situasi dimana anak, remaja, atau orang dewasa tidak berhubungan langsung dengan situasi itu.


  1.  Konsekuensi dari perilaku yang dicontohkan
  • Penguatan pengganti (vicarious reinforcement. Perilaku model harus menghasilkan penguatan untuk perilaku tertentu, dan reaksi emosional positif harus terbangkitkan pada diri pengamat.
  • Penguatan langsung adalah hasil langsung yang dimunculkan oleh perilaku imitiatif selanjutnya dari pengamat.
  • Penguatan yang diatur sendiri oleh pengamat untuk perilaku imitiatifnya.

  1. Proses Internal Pemelajar
Proses  kognitif  berperan penting dalam belajar. Kemamuan pemelajar untuk mengkodekan dan menyimpan pengalaman fana ke dalam bentuk simbolik. Pemprosesan kognitif terhadap peristiwa dan konsekuensi potensial menjadi pedoman perilaku pemelajar. Misalnya pengetahuan tentang kemungkinan rugi juka tidak punya asuransi menjadi stimulus yang mendorong seseorang untuk membeli asuransi perlindungan rumah.

  1. Keyakinan Akan Ketangguhan Diri Pemelajar
     
 Ketangguhan diri (self efficacy) merupakan keyakinan seseorang pada kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melaksanaka tindakan yang diperlukan untuk mendapatkan capaian tertentu. Sumber self efficacy: (a) Pengalaman penguasaan, pengalaman keberhasilan sebelumya akan menaikkan self efficacy, sedangkan kegagalan yang berulang akan menurunkan self efficacy. (b) Pengalaman pengganti, mengamati kesuksesan orang lain dianggap sama dengan si pengamat. (c) Persuasi verbal, persuasi dapat membantu menghadapi keraguan seseorang. (d) Keadaan fisiologis dan emosional, seperti reaksi stress dan ketegangan. Seseorang cenderung menginterpretasikan reaksi fisiologis negatif, seperti ketegangan, sebagai indikator untuk menghasilkan kinerja yang buruk.

Berdasarkan teori kognitif sosial Bandura tersebut, saya juga mempunyai  pengalaman  yang berkaitan dengan self efficacy, yaitu pada saat saya hendak mengikuti ujian akhir nasional di SMA, berkaitan dengan penguat pengganti di mana awalnya saya sangat ragu bisa lulus ujian namun saya berangkat dari pengalaman abang saya bahwa dia bisa juga lulus tahun sebelumnya, di mana kami selalu belajar bersama, sehingga saya merasa saya juga bisa lulus seperti abang saya, karena saya selalu mengikuti apa yang abang saya lakukan dalam hal belajar, sehingga awalnya self-efficacy saya yang awalnya rendah bisa meningkat dan akhirnya membuat saya yakin bisa lulus ujian akhir nasional.




Sumber:
Gtedler, Margaret.E., 2011., Learning and instruction, teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana

BAB III OTAK MANUSIA


Otak manusia adalah sistem alamiah yang paling kompleks yang pernah dikenal di alam ini; kompleksitasnya menyamai dan mungkin melebihi kompleksitas struktur ekonomi dan sosial yang paling rumit sekalipun. Otak adalah bidang ilmu yang baru.


Pembentukan otak

Blok pembentukan dasar otak adalah neuron , yang merupakan unit komunikasi, sel-sel glial yang memberikan dukungan struktural untuk neuron. Masing-masing neuron terdiri dari satu sel dan “kabel” komunikasi antar neuron dinamakan axon (“ekor panjang”) dan seperangkat dendrite atau cabang.

Setelah pembentukan jaringan neural, sebagian besar neuron lahir selama 100 hari pertama kehamilan di satu lokasi jaringan. Neuron-neuron itu kemudian berpindah menempuh jarak yang jauh. Beberapa neural hanya mampu menempuh jarak pendek dan disingkirkan oleh neuron di belakangnya.


Neuron terkoneksi dalam sirkuit dan masing-masing berfungsi sebagai penerima dan pengirim sinyal listrik dan kimia. Di dalam jaringan ini, individu membangun model internal dari dunia riil dan juga mengoordinasi rencana aksi pada dunia itu


Ketika satu neuron jadi aktif, ia mengirimkan aliran listrik melewti axon ke synapse. Tindakan ini dinamakan “memantik”. Waktu untuk memantikkan sinyal adalah sanagt singkat , sekitar 10 mili detik, dan otak memproduksi jutaan pola ini di sirkuit yang besar.

Faktor yang Berpotensi Merusak

Perkembangan normal dapat terganggu oleh beberapa faktor. Misalnya kegagalan jaringan neural untuk menutup akan menyebabkan kondisi yang disebut spina bifida. Defisiensi vitamin asam folic pada makanan ibu hamil dapat menyebabkan cacat pada jaringan neural ini, termasuk pada spina bifida. Selain itu juga bisa disebabkan karena cedera fisik, gizi, dan substansi berbahaya yang dikonsumsi  oleh ibu hamil juga berperan pada munculnya gangguan kognitif pada bayi.




Neurosains Kognitif dan Belajar

Tujuan neurosains kognitif, suaatu disiplin yang relatif baru, adalah mengetahui hubungan antara aktivitas neural di otak dengan perilaku kognitif. Akan tetapi, tugas ini sulit krena otak dalah sebuh paradoks. Otak secara simultan adalah struktur tetap sekaligus proses dinamis, dan properti atau fungsi otak adalah terlokalisasi sekaligus terdelokasi, terkandung di dalam klaster sel-sel kecil atau aspek dari kerja sistem secara keseluruhan.

 Sumber :
Gtedler, Margaret. E., 2011., Learning and instruction, teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana