Minggu, 01 April 2012

Operant Conditioning

 Pengertian Operant Conditioning (Pengondisian Instrumental)
Operant conditioning merupakan salah satu dari dua jenis pengondisian dalam pembelajaran asosiasi (associative learning). Pembelajaran asosiatif adalah pembelajaran yang muncul ketika sebuah hubungan dibuat untuk menghubungkan dua peristiwa. Dalam operant conditoning, individu belajar mengenai hubungan antara sebuah perilaku dan konsekuensinya. Sebagai hasil dari hubungan asosiasi ini, setiap individu belajar untuk meningkatkan perilaku yang diikuti dengan pemberian  ganjaran dan mengurangi perilaku yang diikuti dengan hukuman. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian operant conditioning adalah sebuah bentuk dari pembelajaran asosiatif di mana konsekuensi dari sebuah perilaku mengubah kemungkinan berulangnya perilaku (King, 2010 :356).

 Prinsip-prinsip operant conditioning
 Penguatan (reinforcement)
Penguatan adalah proses belajar untuk meningkatkan kemungkinan dari sebuah perilaku dengan memberikan atau menghilangkan rangsangan. Prinsip penguatan dibagi menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.
a. Positive Reinforcement (Penguatan Positif)
Penguatan positif (positive reinforcement) adalah suatu rangsangan yang diberikan untuk memperkuat kemungkinan munculnya suatu perilaku yang baik sehingga respons menjadi meningkat  karena diikuti dengan stimulus yang mendukung. Sebagai contoh, seorang anak yang pada dasarnya memiliki sifat pemalu diminta oleh guru maju ke depan kelas untuk menceritakan sebuah gambar yang dibuat oleh anak itu sendiri. Setelah anak tersebut membacakan cerita, guru memberikan pujian kepada anak tersebut dan teman-teman sekelasnya bertepuk tangan. Ketika hal tersebut berlangsung berulang-ulang, maka pada akhirnya anak tersebut menjadi lebih berani untuk maju ke depan kelas, bahkan kemungkinan sifat pemalunya akan hilang.
Rangsangan yang diberikan untuk penguatan positif dapat berupa hal-hal dasar seperti, makanan, minuman, sex, dan kenyamanan pisikal. Selain itu, beberapa hal-hal lain seperti uang, persahabatan, cinta, pujian, penghargaan, perhatian, dan kesuksesan karir juga dapat digunakan sebagai rangsangan penguatan positif.
Dua hal penting dalam menggunakan penguatan positif  adalah timing (pengaturan waktu) dan konsistensi dalam pemberian penguatan. Timing (pengaturan waktu) -> stimulus positif harus diberikan dalam jangka waktu yang singkat mengikuti respon dari objek. Consistency -> merupakan sifat dasar dari awal proses blajar berdasarkan jadwal pemberian penguatan positif dimana penguat positif harus diberikan setelah ada respon dari objek.
Penguatan berkesinambungan merupakan penguatan perilaku setiap kali perilaku tersebut muncul. Ketika penguatan berkesinambungan muncul maka seseorang akan belajar dengan cepat, tetapi ketika penguatan berkesinambungan tersebut berhenti maka perilaku juga ikut mengalami pelenyapan. Penguatan sebagian ( partial reinforcement) mengikuti sebuah perilaku hanya sebagian waktu. Setiap orang tidak memenangkan setiap pertandingan kapan saja, setiap orang tidak selalu mendapat penguatan ketika mendapat masalah. Jadwal penguatan adalah jadwal untuk menentukan kapan sebuah perilaku akan dikuatkan. Terdapat empat jadwal pemberian penguatan positif, antara lain:
1.       Fixed Ratio (Jadwal rasio tetap)  merupakan penguatan positif yang diberikan untuk memperkuat prilaku setelah sejumlah  respon. Sebagai contoh,hal ini sering digunakan dalam dunia bisnis , dimana dalam perusahaan, setiap karyawan akan diberikan penguatan positif berupa bonus apabila karyawan tersebut melakukan empat kali kinerja yang sangat baik, tetapi bukan sesudah setiap kali melakukan kinerja baik.

2.     Variable Ratio (Jadwal rasio bervariasi) merupakan penguatan positif yang diberikan setelah respon muncul beberapa kali, tetapi dalam basis yang tidak tetap dan tidak dapat diprediksi. Misalnya, seorang guru memuji respon murid-muridnya, pujian guru rata-rata diberikan setelah respon ke lima, tetapi selanjutnya bisa berubah yaitu pada respon ke dua, pada respon ke delapan, pada repon ke tujuh, pada respon yang ke tiga, dan pada respon yang lainnya yang tidak dapat ditentukan.

3.     Fixed Interval (Jadwal interval tetap), dimana objek menyadari waktu kapan ia akan menerima penguat positif sehingga selama jangka waktu dia tidak menerima penguat positif, respon objek akan berkurang kemudian akan meningkat lagi ketika mendekati waktu mendapat penguat positif. Sebagai contoh, seorang pelajar yang mendapat hadiah dari orangtuanya karena memperoleh nilai bagus di semester awal akan bersemangat belajar saat awal memulai pelajaran baru dalam semester berikutnya, tetapi semangat tersebut akan berangsur-angsur turun selama pertengahan  semester dan akan kembali meningkat saat mendekati ujian semester (dikarenakan dia tahu bahwa dia akan mendapat penguat positif berupa hadiah kembali jika memperoleh nilai bagus).

4.     Variable Interval (Jadwal interval bervariasi) dimana suatu respon diperkuat setelah sejumlah variasi waktu berlalu. Sebagai contoh, seorang guru memuji keaktifan para muridnya pada menit ke tiga, kemudian memuji setelah menit ke lima, setelah delapan menit berlalu, setelah lima belas menit berlalu, dan seterusnya. Guru tersebut juga akan memberi tugas pada interval yang berbeda-beda. Pada dasarnya, jadwal interval bervariasi akan menjadi penguat yang lebih baik dibandingkan  jadwal interval tetap. Sebagai contoh, jika seorang guru memberikan tugas dalam waktu yang tidak dapat ditentukan, murid-murid akan lebih bersiap dan lebih bekerja keras setiap waktu. Hal ini akan berbeda jika jadwal pemberian tugas itu bersifat tetap, misalnya hanya pada setiap hari Jumat, maka para murid tersebut hanya akan bersiap ketika mendekati hari jumat dan pada hari lainnya mereka tidak akan bekerja keras sehingga akan timbul pola bersiap-berhenti.
Shaping adalah mengajari perilaku baru dengan memperkuat perilaku yang mirip dengan perilaku sasaran. Sebagai contoh pada awalnya , kita memperkuat setiap respon yang mirip dengan perilaku yang diharapkan, kemudian kita memperkuat respon yang lebih mirip dengan sasaran, dan seterusnya sampai seseorang melakukan perilaku sasaran tersebut.
Shaping (Pembentukan) dapat dilihat contohnya dalam dunia pendidikan. Seorang guru memiliki murid yang memiliki nilai bahasa Inggris kurang dari 50. Guru tersebut memasang target nilai 100 untuk anak tersebut dengan adanya pemberian ganjaran berupa hadiah jika setiap kali anak tersebut mendapat nilai mendekati nilai 100. Secara berkala anak tersebut pasti akan mulai terus mendapat nilai semakin mendekati 100, yaitu 70, 80, 90, kemudian mencapai target yang dibuat oleh guru tersebut. Shaping akan sangat efektif digunakan dalam kehidupan kita.
Terdapat dua tipe penguat positif, yaitu penguat primer dan penguat sekunder.
1. Primary reinforcers (Penguat primer) merupakan penguat secara alami yang tidak memerlukan pembelajaran untuk menghasilkan efek menyenangkan. Misalnya, seseorang secara alami dapat menentukan makanan kesukaan sehingga ketika stimulus yang diberikan berupa makanan kesukaan orang tersebut maka ia akan memberikan respon yang positif.
2. Secondary reinforcers (Penguat sekunder) merupakan penguat yang diperoleh dari hasil pembelajaran (berupa pengalaman). Misalnya, seroang anak mendapat pujian atau hadiah setelah menolong orang lain sehingga ia kelak akan suka menolong orang lain.


b. Negative Reinforcement (Penguatan Negatif)
Negative Reinforcement adalah peningkatan frekwensi suatu perilaku positif karena hilangnya rangsangan yang  merugikan (tidak menyenangkan). Sebagai contoh,  seorang ibu yang memarahi anaknya setiap pagi karena tidak membersihkan tempat tidur, tetapi suatu pagi si anak tersebut membersihkan tempat tidurnya tanpa di suruh dan si ibu tidak memarahinya, pada akhirnya si anak akan semakin rajin membersihkan tempat tidurnya diringi dengan berkurangnya frekwensi sikap kemarahan dari ibunya.
Perbedaan mutlak penguatan negatif dengan penguatan positif terletak pada penghilangan dan penambahan stimulus yang sama-sama bertujuan untuk meningkatkan suatu perilaku yangbaik.
* Penguatan Positif + Stimulus => Perilaku baik
* Penguatan Negatif – Stimulus => Perilaku baik
Dua tipe kondisi penguatan negatif
1. Escape conditioning merupakan penguatan perilaku karena adanya suatu kejadian menghasilkan efek negatif. Beberapa stimulus atau kejadian yang bilamana dihentikan atau dihilangkan akan meningkatkan atau memelihara kekuatan respon. Escape Conditioning adalah bentuk penguatan negatif karena sesuatu yang negatif dihilangkan. Sebagai contoh, seorang anak yang dikurung di dalam kamar selama satu jam akan menangis sejadi-jadinya kemudian orang tua yang tidak tega membiarkannya keluar dari kamarnya. Dalam kasus ini, telah terjadi penguatan negatif dimana anak akan terbiasa melakukan hal tersebut jika di kurung di dalam kamar.
2.     Penghindaran (Avoidance conditioning)  yaitu respon untuk mencegah sesuatu yang tidak menyenangkan atau melakukan pencegahan.
  Hukuman (Punishment)
Penguatan negatif (negative reinforcement) tidaklah sama dengan hukuman, keduanya sangat berbeda. Penguatan negatif lebih bertujuan untuk meningkatkan probabilitas dari sebuah perilaku, sedangkan hukuman lebih bertujuan untuk menurunkan probabilitas terjadinya perilaku. Dalam penguatan negatif respon akan meningkat karena konsekuensinya, sedangkan pada hukuman respon akan menurun karena konsekuensinya. Sebagai contoh, ketika kita meminum obat saat kita sakit kepala dan  hasilnya sakit kepala kita hilang , maka kita  akan meminum obat yang sama saat kita mengalami sakit kepal. Penghilangan  rasa sakit kepala pada kasus ini merupakan penguatan negatif, sedangkan apabila setelah meminum obat ternyata kita mendapat alergi, maka tentunya kita tidak akan meminum obat yang sama lagi sebab mendapat alergi dalam kasus ini merupakan sebuah hukuman sehingga perilaku berikutnya tidak akan mengulangi hal yang sama.
Hukuman (punishment) adalah sebuah konsekuensi untuk mengurangi atau menghilangkan kemungkian sebuah perilaku akan muncul. Sebagai contoh, seorang anak bermain-main pedang-pedangan menggunakan pisau, kemudian kulit jari tanganya terpotong ketika pisau tersebut salah diarahkan. Pada akhirnya anak tersebut akan sedikit kemungkinannya bermain-main menggunakan pisau.
a. Hukuman positif dan hukuman negatif
Dalam hukuman juga terdapat pembagian antara positif dan negatif. Hukuman positif (positive punishment) dimana sebuah perilaku berkurang ketika diikuti dengan rangsangan yang tidak menyenangkan, misalnya ketika seseorang anak mendapat nilai buruk di sekolah maka orangtuanya akan memarahinya hasilnya anak tersebut akan belajar lebih giat untuk menghindari omelan orangtuanya (akan kecil kemungkinannya anak tersebut akan mendapatkan nilai jelek). Hukuman negatif (negative punishment), sebuah perilaku akan berkurang ketika sebuah rangsangan positif atau menyenagkan diambil. Sebagai contoh, seorang anak mendapat nilai jelek akibat terlalu sering bermain-main dengan temannya dan malas belajar, kemudian  anak tersebut dihukum oleh orangtuanya untuk tidak boleh bermain dengan teman-temannya selama sebulan, akhirnya anak tersebut tidak akan terlalu sering bermain-main dengan temannya atau lebih mengutamakan pelajarannya
b. Permasalahan yang timbul dalam stimulus yang tidak menyenangkan (Hukuman)
Ada lima  permasalahan yang timbul berhubungan dengan penggunaan stimulus yang tidak menyenangkan berupa hukuman (punishment), yaitu :
1.    Jika seseorang terbiasa menggunakan hukuman yang berat seperti membentak dengan suara keras, maka seseorang tersebut menjadi contoh orang yang pemarah dan galak saat menghadapi situasi yang menekan.
2.   Hukuman bisa menimbulkan rasa takut, kemarahan, dan penghindaran. Hukuman pada dasarnya mengajarkan orang-orang untuk menghindari sesuatu. Sebagai contoh, pada umumnya murid tidak akan menyukai guru yang suka menghukum bahkan kemungkinan mereka tidak mau bersekolah lagi.
3.   Seseorang akan mengalami kecemasan dan marah  saat mendapat hukuman sehingga tidak akan berkonsentrasi terhadap tugas mereka selama beberapa waktu.
4.   Hukuman lebih mengajarkan tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan dibandingkan dengan hal-hal yang seharusnya dilakukan. Ketika kita menyatakan “jangan” terhadap orang lain, maka seharusnya kita juga memberi saran tindakan berupa hal yang harus dilakukannya, misalnya “sebaiknya lakukan..”
5.   Terkadang hukuman yang dimaksud untuk mengurangi perilaku buruk dapat berubah menjadi penguat perilaku buruk tersebut. Seseorang berpikir saat  mendapat hukuman dia merasa dirinya lebih diperhatikan atau bahkan membuatnya menjadi lebih disegani oleh orang-orang disekitarnya.
c. Hal-hal yang dianjurkan ketika melakukan hukuman.
1.    Dalam memberi hukuman sangat dianjurkan untuk menghindari hukuman yang menggunakan kekerasan fisik.
2.   Hukuman tidak harus berakhir pada hukuman itu sendiri tanpa memebri saran apa yang harus dilakukan. Seseorang harus memberi tahu mengenai perilaku yang sesungguhnya diinginkan.
3.   Hukuman lebih ditujukan terhadap perilaku perbuatan yang salah, tetapi bukan menghukum individu yang melakukan kesalahan tersebut. Dengan kata lain, lebih baik mengubah perilaku buruk tersebut.
4.   Jangan memberikan hukuman dan pujian pada prilaku yang sama. Sebagai contoh ketika seorang anak melakukan kekerasan pada temannya, seringkali orangtua akan memarahi anak tersebut, tetapi hanya dalam selang waktu beberapa saat kemudian orang tua tersebut kemudian memeluk dan memberinya ciuman. Hal tersebut tentu akan membangun pikiran yang salah pada anak bahwa hukuman hanya bersifat sementara.
5.   Konsisten dengan hukuman, artinya ketika memulai hukuman, kita tidak boleh langsung menghentikannya. Jangan  memberi penguatan terhadap perilaku-perilaku yang tidak baik dan tidak cocok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar