Pengertian Operant Conditioning (Pengondisian
Instrumental)
Operant conditioning merupakan salah satu dari dua
jenis pengondisian dalam pembelajaran asosiasi (associative learning).
Pembelajaran asosiatif adalah pembelajaran yang muncul ketika sebuah hubungan
dibuat untuk menghubungkan dua peristiwa. Dalam operant conditoning, individu
belajar mengenai hubungan antara sebuah perilaku dan konsekuensinya. Sebagai
hasil dari hubungan asosiasi ini, setiap individu belajar untuk meningkatkan
perilaku yang diikuti dengan pemberian
ganjaran dan mengurangi perilaku yang diikuti dengan hukuman. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian operant conditioning adalah sebuah
bentuk dari pembelajaran asosiatif di mana konsekuensi dari sebuah perilaku
mengubah kemungkinan berulangnya perilaku (King, 2010 :356).
Prinsip-prinsip operant
conditioning
Penguatan (reinforcement)
Penguatan
adalah proses belajar untuk meningkatkan kemungkinan dari sebuah perilaku
dengan memberikan atau menghilangkan rangsangan. Prinsip penguatan dibagi
menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.
a. Positive Reinforcement
(Penguatan Positif)
Penguatan positif (positive reinforcement) adalah
suatu rangsangan yang diberikan untuk memperkuat kemungkinan munculnya suatu
perilaku yang baik sehingga respons menjadi meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung.
Sebagai contoh, seorang anak yang pada dasarnya memiliki sifat pemalu diminta
oleh guru maju ke depan kelas untuk menceritakan sebuah gambar yang dibuat oleh
anak itu sendiri. Setelah anak tersebut membacakan cerita, guru memberikan
pujian kepada anak tersebut dan teman-teman sekelasnya bertepuk tangan. Ketika
hal tersebut berlangsung berulang-ulang, maka pada akhirnya anak tersebut
menjadi lebih berani untuk maju ke depan kelas, bahkan kemungkinan sifat
pemalunya akan hilang.
Rangsangan yang diberikan untuk penguatan positif
dapat berupa hal-hal dasar seperti, makanan, minuman, sex, dan kenyamanan
pisikal. Selain itu, beberapa hal-hal lain seperti uang, persahabatan, cinta,
pujian, penghargaan, perhatian, dan kesuksesan karir juga dapat digunakan
sebagai rangsangan penguatan positif.
Dua hal penting dalam menggunakan penguatan
positif adalah timing (pengaturan waktu)
dan konsistensi dalam pemberian penguatan. Timing (pengaturan waktu) ->
stimulus positif harus diberikan dalam jangka waktu yang singkat mengikuti
respon dari objek. Consistency -> merupakan sifat dasar dari awal proses
blajar berdasarkan jadwal pemberian penguatan positif dimana penguat positif
harus diberikan setelah ada respon dari objek.
Penguatan berkesinambungan merupakan penguatan
perilaku setiap kali perilaku tersebut muncul. Ketika penguatan
berkesinambungan muncul maka seseorang akan belajar dengan cepat, tetapi ketika
penguatan berkesinambungan tersebut berhenti maka perilaku juga ikut mengalami
pelenyapan. Penguatan sebagian ( partial reinforcement) mengikuti sebuah
perilaku hanya sebagian waktu. Setiap orang tidak memenangkan setiap
pertandingan kapan saja, setiap orang tidak selalu mendapat penguatan ketika
mendapat masalah. Jadwal penguatan adalah jadwal untuk menentukan kapan sebuah
perilaku akan dikuatkan. Terdapat empat jadwal pemberian penguatan positif, antara
lain:
1.
Fixed Ratio (Jadwal rasio
tetap) merupakan penguatan positif yang
diberikan untuk memperkuat prilaku setelah sejumlah respon. Sebagai contoh,hal ini sering
digunakan dalam dunia bisnis , dimana dalam perusahaan, setiap karyawan akan
diberikan penguatan positif berupa bonus apabila karyawan tersebut melakukan
empat kali kinerja yang sangat baik, tetapi bukan sesudah setiap kali melakukan
kinerja baik.
2.
Variable Ratio (Jadwal rasio
bervariasi) merupakan penguatan positif yang diberikan setelah respon muncul
beberapa kali, tetapi dalam basis yang tidak tetap dan tidak dapat diprediksi.
Misalnya, seorang guru memuji respon murid-muridnya, pujian guru rata-rata
diberikan setelah respon ke lima, tetapi selanjutnya bisa berubah yaitu pada
respon ke dua, pada respon ke delapan, pada repon ke tujuh, pada respon yang ke
tiga, dan pada respon yang lainnya yang tidak dapat ditentukan.
3.
Fixed Interval (Jadwal interval
tetap), dimana objek menyadari waktu kapan ia akan menerima penguat positif
sehingga selama jangka waktu dia tidak menerima penguat positif, respon objek
akan berkurang kemudian akan meningkat lagi ketika mendekati waktu mendapat
penguat positif. Sebagai contoh, seorang pelajar yang mendapat hadiah dari
orangtuanya karena memperoleh nilai bagus di semester awal akan bersemangat
belajar saat awal memulai pelajaran baru dalam semester berikutnya, tetapi
semangat tersebut akan berangsur-angsur turun selama pertengahan semester dan akan kembali meningkat saat
mendekati ujian semester (dikarenakan dia tahu bahwa dia akan mendapat penguat
positif berupa hadiah kembali jika memperoleh nilai bagus).
4.
Variable Interval (Jadwal
interval bervariasi) dimana suatu respon diperkuat setelah sejumlah variasi
waktu berlalu. Sebagai contoh, seorang guru memuji keaktifan para muridnya pada
menit ke tiga, kemudian memuji setelah menit ke lima, setelah delapan menit
berlalu, setelah lima belas menit berlalu, dan seterusnya. Guru tersebut juga
akan memberi tugas pada interval yang berbeda-beda. Pada dasarnya, jadwal
interval bervariasi akan menjadi penguat yang lebih baik dibandingkan jadwal interval tetap. Sebagai contoh, jika
seorang guru memberikan tugas dalam waktu yang tidak dapat ditentukan,
murid-murid akan lebih bersiap dan lebih bekerja keras setiap waktu. Hal ini
akan berbeda jika jadwal pemberian tugas itu bersifat tetap, misalnya hanya
pada setiap hari Jumat, maka para murid tersebut hanya akan bersiap ketika
mendekati hari jumat dan pada hari lainnya mereka tidak akan bekerja keras
sehingga akan timbul pola bersiap-berhenti.
Shaping adalah
mengajari perilaku baru dengan memperkuat perilaku yang mirip dengan perilaku
sasaran. Sebagai contoh pada awalnya , kita memperkuat setiap respon yang mirip
dengan perilaku yang diharapkan, kemudian kita memperkuat respon yang lebih
mirip dengan sasaran, dan seterusnya sampai seseorang melakukan perilaku sasaran
tersebut.
Shaping
(Pembentukan) dapat dilihat contohnya dalam dunia pendidikan. Seorang guru
memiliki murid yang memiliki nilai bahasa Inggris kurang dari 50. Guru tersebut
memasang target nilai 100 untuk anak tersebut dengan adanya pemberian ganjaran
berupa hadiah jika setiap kali anak tersebut mendapat nilai mendekati nilai
100. Secara berkala anak tersebut pasti akan mulai terus mendapat nilai semakin
mendekati 100, yaitu 70, 80, 90, kemudian mencapai target yang dibuat oleh guru
tersebut. Shaping akan sangat efektif digunakan dalam kehidupan kita.
Terdapat
dua tipe penguat positif, yaitu penguat primer dan penguat sekunder.
1. Primary reinforcers (Penguat primer)
merupakan penguat secara alami yang tidak memerlukan pembelajaran untuk
menghasilkan efek menyenangkan. Misalnya, seseorang secara alami dapat
menentukan makanan kesukaan sehingga ketika stimulus yang diberikan berupa
makanan kesukaan orang tersebut maka ia akan memberikan respon yang positif.
2. Secondary reinforcers (Penguat sekunder)
merupakan penguat yang diperoleh dari hasil pembelajaran (berupa pengalaman).
Misalnya, seroang anak mendapat pujian atau hadiah setelah menolong orang lain
sehingga ia kelak akan suka menolong orang lain.
b. Negative Reinforcement
(Penguatan Negatif)
Negative Reinforcement adalah peningkatan
frekwensi suatu perilaku positif karena hilangnya rangsangan yang merugikan (tidak menyenangkan). Sebagai
contoh, seorang ibu yang memarahi
anaknya setiap pagi karena tidak membersihkan tempat tidur, tetapi suatu pagi si
anak tersebut membersihkan tempat tidurnya tanpa di suruh dan si ibu tidak
memarahinya, pada akhirnya si anak akan semakin rajin membersihkan tempat
tidurnya diringi dengan berkurangnya frekwensi sikap kemarahan dari ibunya.
Perbedaan
mutlak penguatan negatif dengan penguatan positif terletak pada penghilangan
dan penambahan stimulus yang sama-sama bertujuan untuk meningkatkan suatu
perilaku yangbaik.
* Penguatan Positif + Stimulus => Perilaku baik
* Penguatan Positif + Stimulus => Perilaku baik
* Penguatan Negatif – Stimulus => Perilaku baik
Dua
tipe kondisi penguatan negatif
1. Escape conditioning merupakan penguatan
perilaku karena adanya suatu kejadian menghasilkan efek negatif. Beberapa stimulus atau kejadian yang bilamana
dihentikan atau dihilangkan akan meningkatkan atau memelihara kekuatan respon. Escape
Conditioning adalah bentuk
penguatan negatif karena sesuatu yang negatif dihilangkan. Sebagai contoh,
seorang anak yang dikurung di dalam kamar selama satu jam akan menangis
sejadi-jadinya kemudian orang tua yang tidak tega membiarkannya keluar dari
kamarnya. Dalam kasus ini, telah terjadi penguatan negatif dimana anak akan
terbiasa melakukan hal tersebut jika di kurung di dalam kamar.
2.
Penghindaran (Avoidance
conditioning) yaitu respon untuk
mencegah sesuatu yang tidak menyenangkan atau melakukan pencegahan.
Hukuman
(Punishment)
Penguatan negatif (negative reinforcement)
tidaklah sama dengan hukuman, keduanya sangat berbeda. Penguatan negatif lebih
bertujuan untuk meningkatkan probabilitas dari sebuah perilaku, sedangkan
hukuman lebih bertujuan untuk menurunkan probabilitas terjadinya perilaku.
Dalam penguatan negatif respon akan meningkat karena konsekuensinya, sedangkan
pada hukuman respon akan menurun karena konsekuensinya. Sebagai contoh, ketika
kita meminum obat saat kita sakit kepala dan
hasilnya sakit kepala kita hilang , maka kita akan meminum obat yang sama saat kita
mengalami sakit kepal. Penghilangan rasa
sakit kepala pada kasus ini merupakan penguatan negatif, sedangkan apabila
setelah meminum obat ternyata kita mendapat alergi, maka tentunya kita tidak
akan meminum obat yang sama lagi sebab mendapat alergi dalam kasus ini
merupakan sebuah hukuman sehingga perilaku berikutnya tidak akan mengulangi hal
yang sama.
Hukuman (punishment) adalah sebuah konsekuensi
untuk mengurangi atau menghilangkan kemungkian sebuah perilaku akan muncul.
Sebagai contoh, seorang anak bermain-main pedang-pedangan menggunakan pisau,
kemudian kulit jari tanganya terpotong ketika pisau tersebut salah diarahkan.
Pada akhirnya anak tersebut akan sedikit kemungkinannya bermain-main
menggunakan pisau.
a. Hukuman positif dan hukuman negatif
Dalam hukuman juga terdapat pembagian antara
positif dan negatif. Hukuman positif (positive punishment) dimana sebuah
perilaku berkurang ketika diikuti dengan rangsangan yang tidak menyenangkan,
misalnya ketika seseorang anak mendapat nilai buruk di sekolah maka orangtuanya
akan memarahinya hasilnya anak tersebut akan belajar lebih giat untuk
menghindari omelan orangtuanya (akan kecil kemungkinannya anak tersebut akan mendapatkan
nilai jelek). Hukuman negatif (negative punishment), sebuah perilaku akan
berkurang ketika sebuah rangsangan positif atau menyenagkan diambil. Sebagai
contoh, seorang anak mendapat nilai jelek akibat terlalu sering bermain-main
dengan temannya dan malas belajar, kemudian
anak tersebut dihukum oleh orangtuanya untuk tidak boleh bermain dengan
teman-temannya selama sebulan, akhirnya anak tersebut tidak akan terlalu sering
bermain-main dengan temannya atau lebih mengutamakan pelajarannya
b.
Permasalahan yang timbul dalam stimulus yang tidak menyenangkan (Hukuman)
Ada lima
permasalahan yang timbul berhubungan dengan penggunaan stimulus yang
tidak menyenangkan berupa hukuman (punishment), yaitu :
1.
Jika seseorang terbiasa
menggunakan hukuman yang berat seperti membentak dengan suara keras, maka
seseorang tersebut menjadi contoh orang yang pemarah dan galak saat menghadapi
situasi yang menekan.
2.
Hukuman bisa menimbulkan rasa
takut, kemarahan, dan penghindaran. Hukuman pada dasarnya mengajarkan
orang-orang untuk menghindari sesuatu. Sebagai contoh, pada umumnya murid tidak
akan menyukai guru yang suka menghukum bahkan kemungkinan mereka tidak mau
bersekolah lagi.
3.
Seseorang akan mengalami
kecemasan dan marah saat mendapat
hukuman sehingga tidak akan berkonsentrasi terhadap tugas mereka selama
beberapa waktu.
4.
Hukuman lebih mengajarkan tentang
hal-hal yang tidak boleh dilakukan dibandingkan dengan hal-hal yang seharusnya
dilakukan. Ketika kita menyatakan “jangan” terhadap orang lain, maka seharusnya
kita juga memberi saran tindakan berupa hal yang harus dilakukannya, misalnya
“sebaiknya lakukan..”
5.
Terkadang hukuman yang dimaksud
untuk mengurangi perilaku buruk dapat berubah menjadi penguat perilaku buruk
tersebut. Seseorang berpikir saat
mendapat hukuman dia merasa dirinya lebih diperhatikan atau bahkan
membuatnya menjadi lebih disegani oleh orang-orang disekitarnya.
c.
Hal-hal yang dianjurkan ketika melakukan hukuman.
1. Dalam
memberi hukuman sangat dianjurkan untuk menghindari hukuman yang menggunakan
kekerasan fisik.
2. Hukuman
tidak harus berakhir pada hukuman itu sendiri tanpa memebri saran apa yang
harus dilakukan. Seseorang harus memberi tahu mengenai perilaku yang
sesungguhnya diinginkan.
3. Hukuman lebih ditujukan terhadap
perilaku perbuatan yang salah, tetapi bukan menghukum individu yang melakukan
kesalahan tersebut. Dengan kata lain, lebih baik mengubah perilaku buruk
tersebut.
4. Jangan memberikan hukuman dan pujian pada prilaku yang
sama. Sebagai contoh ketika seorang anak melakukan kekerasan pada
temannya, seringkali orangtua akan memarahi anak tersebut, tetapi hanya dalam
selang waktu beberapa saat kemudian orang tua tersebut kemudian memeluk dan
memberinya ciuman. Hal tersebut tentu akan membangun pikiran yang salah pada
anak bahwa hukuman hanya bersifat sementara.
5.
Konsisten dengan hukuman,
artinya ketika memulai hukuman, kita tidak boleh langsung menghentikannya.
Jangan memberi penguatan terhadap
perilaku-perilaku yang tidak baik dan tidak cocok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar