Anggota :
Rancangan Mini Proyek
Topik : Pendidikan berkebutuhan khusus suatu
fenomena
Judul : Anak Berkebutuhan Khusus " Autis "
di Lingkungan Sekolah Luar Biasa
Pendahuluan :
Setelah
berdiskusi, akhirnya kami memilih topik ini karena anak berkebutuhan khusus, misalnya
anak Autis, yaitu adanya abnormalitas pada
perkembangan pada interaksi social dan
komunikasi diperlakukan sama dengan anak normal lainnya, membeda-bedakan
anak berkebutuhan khusus masih banyak terjadi di daerah-daerah di Indonesia,
khususnya di daerah yang jauh dari kota. Jika diberi kesempatan, mereka bisa
percaya diri dan berprestasi, justru juga lebih bisa berprestasi di bandingkan
anak normal lainnya. Oleh karena itu kami ingin mengetahui bagaimana proses
pembelajaran anak berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa, yang merupakan
salah satu wadah ataupun tempat yang berperan dalam mengembangkan berbagai
aspek kehidupannya dan juga prestasinya.
Autisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang artinya diri yang tidak berdaya. Menurut Kamus Lengkap Psikologi J.P Chaplin (2001), ada tiga pengertian autisme :
1. cara
berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri.
2.
menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan menolak
realitas.
3.
keasyikkan ekstrim dengan pikiran dan fantasi sendiri.
Penyebab autisme sampai saat ini belum
dapat diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor predisposisi yang
memungkinkan terjadinya autisme, yaitu: faktor genetik, faktor hormonal,
kelainan pranatal, proses kelahiran yang kurang sempurna, serta penyakit
tertentu yang diderita sang ibu ketika mengandung atau melahirkan sehingga
menimbulkan gangguan pada perkembangan susunan saraf pusat yang mengakibatkan
fungsi otak terganggu.
Pada sebagian anak gejala autisme
sudah nampak semenjak lahir, namun sebagian pula sempat mengalami perkembangan
sebagai anak normal, dan akhirnya perkembangannya itu berhenti sebelum mencapai
usia 3 tahun. Gejala autis sangat terlihat jelas ketika anak berusia 3 tahun.
Hal yang menarik lainnya dari autisme yaitu gejala ini lebih banyak ditemukan
pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dengan perbandingan 3:1.
Teori Psikososial
Kanner mempertimbangkan adanya
pengaruh psikogenik sebagai penyebab autisme: orangtua yang emosional, kaku,
dan obsessif, yang mengasuh anak mereka dalam suatu atmosfir yang secara
emosional kurang hangat, bahkan dingin. Pendapat lain mengatakan adanya trauma
pada anak yang disebabkan hostilitas yang tidak disadari dari ibu, yang
sebenarnya tidak menghendaki anak ini. Ini mengakibatkan gejala penarikan diri
pada anak dengan autisme. Menurut Bruno Bettelheim, perilaku orangtua dapat
menimbulkan perasaan terancam pada anak-anak. Teori-teori ini pada 1950-1960
sempat membuat hubungan dokter dengan orangtua mengalami krisis dan menimbulkan
perasaan bersalah serta bingung pada para orangtua yang telah cukup berat
bebannya dengan mengasuh anak dengan autisme.
Sumber lain menyebutkan Autistic
disorder adalah adanya gangguan atau abnormalitas perkembangan pada
interaksi social dan komunikasi serta ditandai dengan terbatasnya aktifitas dan
ketertarikan. Munculnya gangguan ini sangat tergantung pada tahap perkembangan
dan usia kronologis individu. Autistic disorder kadang-kadang dianggap early
infantile autism, childhood autism, atau Kanner’s autism (American Psychiatric
Association, h. 70, 2000). Perilaku autistic digolongkan
dalam dua jenis, yaitu perilaku yang eksesif (berlebihan) dan perilaku yang
deficit (berkekurangan). Yang termasuk perilaku eksesif adalah hiperaktif dan
tantrum (mengamuk) berupa menjerit, menggigit, mencakar, memukul, dsb. Di sini
juga sering terjadi anak menyakiti dirinya sendiri (self-abused). Perilaku
deficit ditandai dengan gangguan bicara, perilaku social kurang sesuai, deficit
sensori sehingga dikira tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat,
misalnya tertawa-tawa tanpa sebab, menangis tanpa seba, dan melamun.
World Health Organization's
International Classification of Diseases (ICD-10) mendefinisikan autisme (dalam
hal ini khusus childhood autism) sebagai adanya keabnormalan dan atau gangguan
perkembangan yang muncul sebelum usia tiga tahun dengan tipe karakteristik tidak
normalnya tiga bidang yaitu interkasi social, komunikasi, dan perilaku yang
diulang-ulang (World Health Organozation, h. 253, 1992). WHO juga
mengklasifikasikan autisme sebagai gangguan perkembangan sebagai hasil dari
gangguan pada system syaraf pusat manusia. Autisme dimulai pada awal masa
kanak-kanak dan dapat diketahui pada minggu pertama kehidupan. Dapat ditemukan
pada semua kelas social ekonomi maupun pada semua etnis dan ras. Penderita
autisme sejak awal kehidupan tidak berhubungan dengan orang lain dengan cara
yang biasa. Delapan puluh persen anak autis memiliki IQ dibawah 70 (Davison, h.
436-437, 1998) yang bisa digolongkan juga sebagai retardasi mental.
Akan tetapi autisme berbeda dengan
retardasi mental. Penderita retardasi mental menunjukkan hasil yang
memprihatinkan pada semua bagian dari sebuah tes inteligensi. Berbeda dengan
penderita autis, mereka mungkin menunjukkan hasil yang buruk pada hal yang
berhubungan dengan bahasa tetapi mereka ada yang menunjukkan hasil yang baik
pada kemampuan visual-spatial, perkalian empat digit, atau memiliki long term
memory yang baik. Mereka mungkin memiliki bakat besar yang tersembunyi. Dahulu
dikatakan autisme merupakan kelainan seumur hidup, tetapi kini autisme
mempunyai harapan untuk menjadi normal dengan diberikannya pendidikan yang
tepat sedini mungkin, yaitu pada masa kanak-kanak awal.
· Dengan Observasi terhadap anak dan wawancara terhadap guru
· Kamera
· Alat tulis
Kalkulasi perkiraan biaya
· Video : Rp. 15.000
· Transportasi : Rp.
30.000
Total perkiraan biaya :
Rp. 45.000
Jadwal pelaksanaan : 01 Mei s/d
selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar